Di masa akhir pemerintahannya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak membuat prestasi di bidang pertahanan. Setidaknya SBY telah mengalokasikan anggaran militer untuk periode 2010-2014 sebesar Rp 150 triliun.
Walau dinilai masih kecil, namun dengan anggaran itu TNI yang merupakan kebanggaan Indonesia, kini tidak dipandang remeh lagi oleh negara lain. Patut kita apresiasi kerja pemerintah untuk bidang pertahanan.
Setelah nyaris mati suri selama 15 tahun, modernisasi alutsista TNI kini berjalan sangat progresif. Hingga habis masa pemerintahan SBY pada 2014, Kekuatan Pokok Minimum (MEF) yang ditargetkan tercapai sedikitnya 30%.
"Dengan dinamika yang terjadi sekarang, (modernisasi) bisa dipercepat," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Menhan pun mencontohkan beberapa rencana yang berjalan justru lebih cepat dari target. Seperti pembelian jet tempur F-16 dari Amerika Serikat, dari rencana awal hanya menambah 6 unit F-16 baru baru, namun realisasinya menjadi 24 pesawat, meskipun bekas pakai. Tidak hanya itu, AS juga menawarkan 10 F-16 lagi.
"Ini belum, sekarang kita di-offer 10 lagi," terang Purnomo.
Demikian pula dengan airlifter jenis Hercules, yang mulanya belum masuk rencana 2013, karena rencananya hanya akan diisi dengan pesawat CN-295 buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) yang bekerjasama dengan Airbus Military. Tetapi kini akan ditambah 10 unit, juga bekas pakai dari Australia. Dengan 34 pesawat F-16 dan 10 Hercules ini, Purnomo yakin postur kemampuan tempur TNI akan meningkat signifikan.
"Ditambah dengan yang sudah kita punya saat ini, kita akan menjadi amat kuat," katanya.
Di darat, postur TNI AD juga akan berubah dengan tambahan 100-130 unit tank Leopard asal Jerman, yang sudah lama diidamkan TNI-AD.
Pengamat militer dan pengajar pada jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Andi Widjajanto mengatakan, klaim Purnomo bukan isapan jempol. "Saya kira percepatan sangat mungkin. Dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI lalu, tampak bahwa kekuatan TNI sudah 40%," puji Andi.
Sekilas Rencana Tambahan Alusista TNI Tahun 2013
Pada 2013, pemerintah sudah dan sedang memperkuat armada TNI dengan mendatangkan beberapa alutsista. Diantaranya adalah:
"Ini belum, sekarang kita di-offer 10 lagi," terang Purnomo.
Demikian pula dengan airlifter jenis Hercules, yang mulanya belum masuk rencana 2013, karena rencananya hanya akan diisi dengan pesawat CN-295 buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) yang bekerjasama dengan Airbus Military. Tetapi kini akan ditambah 10 unit, juga bekas pakai dari Australia. Dengan 34 pesawat F-16 dan 10 Hercules ini, Purnomo yakin postur kemampuan tempur TNI akan meningkat signifikan.
"Ditambah dengan yang sudah kita punya saat ini, kita akan menjadi amat kuat," katanya.
Di darat, postur TNI AD juga akan berubah dengan tambahan 100-130 unit tank Leopard asal Jerman, yang sudah lama diidamkan TNI-AD.
Pengamat militer dan pengajar pada jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Andi Widjajanto mengatakan, klaim Purnomo bukan isapan jempol. "Saya kira percepatan sangat mungkin. Dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI lalu, tampak bahwa kekuatan TNI sudah 40%," puji Andi.
Sekilas Rencana Tambahan Alusista TNI Tahun 2013
Pada 2013, pemerintah sudah dan sedang memperkuat armada TNI dengan mendatangkan beberapa alutsista. Diantaranya adalah:
1. Helikopter
- Heli full combat SAR mission
- Heli angkut
- Heli serang lengkap (dengan senjata dan amunisi)
- Heli serbu lengkap
- Heli AKS dan suku cadang
- 6 Sukhoi Su-30 MK2
- Pengganti MK-53 dan support
- CN-295 (pengganti Fokker 27)
- CN-235 MPA (Patmar)
- MBT Leopard dan ranpur lain (support) juga asal Jerman
- Panser amfibi BTR 80 A
- Tank amfibi BMP 3F dan suku cadang
- Rantis 2,5 ton 4x4
- Kendaraan angkut amunisi 5 ton
- MLM KRI kelas korvet tahap I
- Kapal bantu hydro-oceanografi
- Kapal latih (pengganti KRI DWR)
Negara-negara di kawasan Asia tiba-tiba serius memperhatikan perkembangan di Indonesia, ketika Presiden SBY mengumumkan akan menghabiskan anggaran pertahanan hingga Rp150 triliun antara 2010-2014.
Andi Widjajanto mengatakan, posisi Indonesia yang semula dipandang remeh dalam isu alutsista di Asia, kini mulai berubah. Selama ini, Malaysia dan Singapura selalu menjadi pemimpin terdepan dalam hal belanja alutsista di ASEAN.
Ketegangan di Laut China Selatan akibat adu klaim teritorial dengan raksasa Asia, China, telah memaksa Filipina dan Vietnam turut mengasah peralatan tempurnya.
Vietnam membeli berbagai senjata dari Republik Ceko, Kanada, dan Israel serta kapal selam dari Rusia. Bahkan Vietnam dikabarkan tengah memesan rudal canggih dari India dan radar anti pesawat siluman dari Belarus. Sementara Filipina menargetkan pembelian dua kapal sergap baru, dua helikopter anti kapal selam (AKS), tiga kapal cepat patroli pantai, ditambah delapan kendaraan serbu amfibi hingga 2017. Seluruhnya untuk mempertahankan wilayah Laut Filipina Barat yang diperebutkan dengan China.
China sendiri, kata Andi, tak usah ditanya. Setelah memamerkan kegarangan kapal induk Liaoning di perairan Dalian September lalu, China terus menumpuk perbendaharaan alutsista hingga total belanja melampaui USD100 miliar untuk pertama kalinya tahun 2012.
Secara keseluruhan, laporan Institut Internasional untuk Strategi Keamanan (IISS) London menyebutkan, besaran belanja senjata di Asia tahun 2013 meningkat 14% lebih dibanding tahun lalu. Sebaliknya, angka belanja senjata di 26 negara Eropa terus turun seiring dengan krisis ekonomi yang belum pulih. Asia tengah mengalami lomba senjata, tulis seorang pengamat dalam jurnal IISS.
Peningkatan signifikan angka belanja senjata sudah muncul tahun 2012, dan menurut IISS, belanja alutsista Asia mencapai $287 miliar atau naik kira-kira 8,6% per tahun. "Situasi ini tidak bisa dibilang lumrah," kata Andi Widjajanto.
ASEAN tengah menikmati periode damai, dengan tingkat pendapatan masing-masing negara terus meningkat, dan hubungan antar negara yang makin matang. Bahkan dalam dua tahun, 2015, sebanyak 10 negara di Asia tenggara ini akan memasuki babak baru Komunitas ASEAN.
"Ini sebuah paradoks, ASEAN sangat damai tapi belanja senjata malah naik pesat," kata Andi.
Pencetusnya adalah ketidakpastian di Laut China Selatan yang membuat beberapa negara ASEAN terlibat langsung dalam konflik ini, seperti Filipina dan Vietnam.
"Anggota melihat situasi damai justru sebagai kesempatan untuk untuk mengisi arsenal masing-masing," tambah doktor lulusan Universitas Pertahanan di Washington ini.
Untunglah tak ada ancaman langsung konflik Laut China Selatan terhadap Indonesia. "Indonesia itu negara netral. Sepanjang (konflik) itu tidak menular ke perbatasan kita," kata Menhan Purnomo. Sebaliknya, Indonesia juga memahami ambisi China yang habis-habisan mendongkrak belanja senjatanya. Karena itu, kita dukung penguatan alutsista TNI, agar bisa berbicara di dunia internasional.
Sumber : Artileri
0 komentar
Write Down Your Responses