Kartika I roket balistik dua tingkat sasaran darat-ke-darat yang dikembangkan Dislitbangau. Tingkat pertama mempunyai panjang 2,590 mm, diameter 240 mm, berat 121,2 kg dan kecepatan 3 mach. Tingkat kedua panjang 3,277 mm, diameter 156 mm, berat 66,5 kg serta kecepatan 5 mach. Bahan bakar propelan double base dengan jarak tembak 50 km pada ketinggian elevasi 80 derajat.
Indonesia pernah mencapai kemajuan dalam hal teknologi roket. Bahkan era tahun 1960-an, Indonesia menjadi negara kedua di Asia dan Afrika yang berhasil meluncurkan roket buatan sendiri yang bernama Kartika 1.
Meski saat ini jika berbicara mengenai teknologi pengembangan rudal dan roket, Indonesia terkesan jauh tertinggal, namun Indonesia pernah menjadi negara yang sukses mengembangkan roket. Pengembangan teknologi roket di Indonesia mulai maju di awal tahun 1960-an dengan dibantu oleh Uni Soviet.
Hingga pada tanggal 14 Agustus 1964, Indonesia akhirnya berhasil meluncurkan roket buatannya sendiri yang bernama Kartika 1 dengan berat 220 Kg dari stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Peluncuran ini membuat Indonesia menjadi negara kedua di Asia dan Afrika yang mampu mengembangkan teknologi pembuatan rudal dan roket setelah Jepang.
Setelah itu juga perkembangan roket dan rudal semakin semarak di Indonesia, bahkan Indonesia kembali meluncurkan roket Kartika dua dengan berat 66,5 Kg dan berjarak tempuh 50 Km. Kemudian Indonesia juga membeli berbagai rudal Surfance to Air Missile (SAM) dari Uni Soviet.
Namun sayang, setelah orde lama jatuh, teknologi rudal dan roket kurang berkembang di era orde baru, dan membuat Indonesia semakin jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain bukan hanya di Asia namun di dunia.
Baru kemudian pada tahun 1987, Indonesia melalui LAPAN kembali membuat roket yang diberi nama RX-250 LPN. Roket ini merupakan roket berbahan bakar cair dan padat dengan berat 300 kg memiliki panjang 5,30 meter berdaya jangkau 70 km.
China dan Indonesia kerja sama Teknologi Rudal C-705
Kita menawarkan adanya joint production peralatan senjata. Misalnya, kita tawarkan membuat rudal bersama," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro setelah bertemu dengan Wakil Ketua Komisi Militer Tiongkok Jenderal Guo Boxiong di Jakarta.
Kedatangan orang nomor dua di jajaran militer Tiongkok itu disambut dengan penghormatan militer. Jenderal Guo didampingi Duta Besar Tiongkok Zhang Qi Yue dan sejumlah perwira tinggi militer Tiongkok. "Mereka memiliki teknologi militeryang luar biasa. Kita berharap bisa belajar dan berbagi pengalaman," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Guo mengatakan, negaranya berencana membuat rudal C-705 untuk pertahanan udara dan laut. Peluru kendali tersebut merupakan pengembangan dari rudal C-802 yang telah digunakan kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut. "Akan sangat bagus jika rudal tersebut bisa dibuat bersama oleh teknisi Indonesia.
India Tawarkan Kerjasama Pembuatan Rudal
Pemerintah India menawarkan kerjasama pembuatan rudal ke Indonesia. Tawaran itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut India Laksamana Nirmal Kumar Verma saat melakukan kunjungan resmi ke Kemenhan,India ingin menawarkan kerjasama. Nah, sejauh mana kemampuan kita karena yang berkali-kali ditawarkan ke kita rudal Brahmos. Itu sudah dibuat dan ditawarkan ke kita. Kita sudah beli yang asli. Rudal Yakhont. Mudah-mudahan kedepan kita bisa kerjasama,” kata Kapuskom Publik Brigjen I Wayan Midhio.
Kerjasama itu, dinilai dia bisa menguntungkan program seribu roket yang sedang digagas oleh Indonesia. Dikombinasikan dengan kemampuan pembuatan rudal India, ia menyatakan roket Indonesia berpeluang menjadi rudal.
“Indonesia sudah mampu membuat roket. Tahun 2011-2014 kita buat seribu roket. Kalau kita buat pengaturnya, nanti kita buat rudal. Nah, kita jajaki apa yang ditawarkan mereka,” jelasnya.
Industri pertahanan India, menurut dia, sudah lebih maju dibandingkan Indonesia. India bahkan sudah mampu memproduksi kapal selam, rudal, korvet dan kapal induk. Fokus industri pertahanan India saat ini adalah membangun air defence carrier, yakni teknologi pesawat anti serangan udara.“Kita sendiri saat ini spare part radar dan parasut kita membeli dari mereka,” tukasnya.
kekhawatiran Australia, Singapura dan Malaysia ini sangat beralasan karena Kalau saja Indonesia mampu mendorong satelit sampai 3.600 km untuk keperluan damai atau keperluan macam-macam tergantung kesepakatan rakyat Indonesia. Maka otomatis pekerjaan ecek-ecek bagi Indonesia untuk mampu meluncurkan roket sejauh 190 km untuk keperluan militer bakal sangat mengancam mereka sekarang ini pun juga!!! Kalau tempat peluncurannya ditempatkan di Batam atau Bintan, maka Singapura dan Malaysia Barat sudah gemetaran bakal kena roket Indonesia. Dan kalau ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur, maka Malaysia tak akan pernah berpikir ngerampok Ambalat. Akan hal Australia, mereka ada rasa takutnya juga. Bahwa mitos ada musuh dari utara yakni Indonesia itu memang bukan sekedar mitos tetapi sungguh ancaman nyata di masa depan dekat.
BATAN (BADAN TENAGA NUKLIR INDONESIA)
Kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitita Negara untuk Penyelidikan Radioaktivet tahun 1954. Panitia Negara Tujuan tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)berdasarkan UU NO. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia telah ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, maka dibangun beberapa fasilitas penelitian, pengembangan, dan rekayasa (litbangyasa) yang tersebar di berbagai kawasan, antara lain Kawasan Nuklir Bandung (1965), Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta (1966), Kawasan Nuklir Yogyakarta (1967), dan Kawasan Nuklir Serpong (1987). Sementara itu dengan perubahah paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU no. 10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nukir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir.
Sail Morotai di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, 15 September 2012.
Kepala Lapan Bambang Tedjasukmana mengatakan RX-550 akan diterbangkan dari Morotai dan Untuk peluncuran tersebut, ujar Bambang, pihaknya akan bekerja sama dengan Pemda Morotai, Maluku Utara.
kalo dari selentingan yg ada memang RX 550 kan dilluncurkan pada saat pembukaan sail morotai. dan saat ini persiapannya sdh hampir 80%
kita lihat bersama sama saja perkembangannya dan mudah mudahan berjalan baik tanpa hambatan
pernahkah anda semua mendengar roket PRIMA 1,2 , 3 DAN 4 (ROKET WIDYA) juga bom OPALM yg sdh dibuat INDONESIA saat itu.
pernahkah anda mendengar pabrik roket di desa menang madiun?
Cita-cita kemandirian di bidang pembuatan roket senjata sejatinya sudah dibangun jauh sebelum PT DI diresmikan berdiri tahun 1976. Cita-cita ini pertama di lontarkan oleh Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Surjadi Suryadarma. AURI ingin memproduksi sendiri karena pada masa itu banyak memerlukan roket-roket seperti ini untuk berbagai operasi militer dan penumpasan pemberontakan.
Suryadarma bahkan telah memilih desa daerah terpencil di Madiun, Jawa Timur, bernama Menang. Dipilihnya tempat tersebut untuk proyek tersebut bebas dari incaran pihak-pihak yang ingin menggagalkannya. Proyek yang akhirnya di resmikan KSAU Omar Dhani dengan nama sandi 'Proyek Menang' dengan dasar keputusan Menteri/ KSAU no.47/1963.
Saat itu sebagai pelaksana yang ditunjuk langsung oleh KSAU Omar Dhani, Deputi Logistik Budiardjo terpaksa mengalihkannya ke lain tempat karena keterbatasan fasilitas di Desa Menang. Produk yang dikerjakan adalah roket Lesca, yang lisensinya berasal dari salah satu negara di Eropa. Proyek ini menghasilkan roket-roket yang kemudian menjadi senjata andalan pesawat P-51D Mustang AURI.
"Mengingat saat itu kekuatan AURI banyak dikerahkan untuk merendam konflik di berbagai tempat, demi keamanannya, proyek inipun di kategorikan Top Secret. Hanya beberapa orang yang tahu," kenang Mantan Marsda (Pur) RJ Salatun, salah seorang tokoh AURI sejawat Suryadarma, kepada Angkasa. "Maksud kita sekaligus untuk mempelajari know-how nya. Kenyataannya, membuat roket seperti ini lebih rumit dari yang dibayangkan." sambung Salatun sambil tersenyum.
Dalam perjalanannya Proyek Menang berhasil menghasilkan sejumlah roket. diantaranya Sura FL, PRM-62 mm, PRM-70 mm dan roket darat ke darat R-80. Tekad yang kuat telah menuntun mereka menembus semua kesulitan dalam menguasai know-how tentang roket.
Sekedar catatan, kebetulan pada masa-masa itu di Yogyakarta dan Bandung sendiri sedang diliputi demam pembuatan roket ilmiah oleh kelompok mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Roket-roket rancangan mahasiswa ini dipantau penuh oleh AURI, ADRI dan Pindad, terlebih setelah Presiden Soekarno menyatakan ketertarikannya terhadap rangkaian penelitian ilmiah ini.
Para Mahasiswa tidak saja mampu membuat badan roket, juga meracik sendiri propelan yang komposisinya tak pernah dibeberkan oleh satu negarapun. Khusus dikalangan mahasiswa UGM, mereka mendapat bimbingan dari Prof Petrov, ilmuwan Universitas California of Los Angeles mantan Direktur Teknik Cessna, AS, yang pada tahun 1962 pernah datang ke Yogyakarta memberikan kuliah di Jurusan Mesin Fakultas Teknik UGM.
Belakangan, pada tahun1975, Proyek Menang dipecah dua menjadi Proyek Menang I yang kemudian berubah namanya menjadi Pabrik roket Menang I, dan Proyek Menang II yang selanjutnya bernama Perum Dahana, pabrik bahan peledak. Enam tahun berselang perubahan kembali terjadi didalam tubuh Menang. Kala itu KSAU menyerahkan Pabrik Roket Menang I kepada PT Nurtanio dan disahkan menjadi Divisi ke 5, yakni Divisi Sistem Senjata, PT Nurtanio.
Di tangan PT Nurtanio yang kemudian berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia inilah, pada tahun 1981 mereka kemudian memperoleh lisensi pembuatan roket FFAR 2,75 inci. Tiga tahun kemudian kembali mendapat kepercayaan membuat SUT Torpedo, dengan lisensi dari Jerman.
Semasa pemerintahan Orde Baru, pembuatan roket 122 mm diam-diam telah dijadikan sasaran fase II dalam pengembangan Divisi Sistem Senjata yang pada waktu itu bernama SBU Defence. Roket ini diharapkan segera dibuat setelah mereka menuntaskan fase I, yakni penguasaan teknologi FFAR 2,75 inci. Kala itu pemerintah memandang penting persenjataan taktis ini mengingat selat-selat itu kerap di terobos kapal-kapal asing.
Setelah menguasai fase II, Divisi ini beralih ke fase III, yakni membangun roket kendali berdaya jangkau 300 km. Semua fase ini telah dimasukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pada masa itu Pemerintah RI telah menempatkan industri senjata dalam kerangka grand strategy petahanan nasional yang cukup baik, lengkap dengan perangkat kebijakannya. Sebagaimana diketahui, industri-industri seperti ini dikelola oleh Badan Pengelola Industri Strategis. Sayang, Fase I tak pernah tuntas di kerjakan. DI, atau yang dahulu dikenal sebagai IPTN, keburu ambruk akibat krisis moneter.
DISLITBANGAD juga ngembangin roket yg diberi nama KARTIKA jilid 2
roket D230 yg dipakai dasar R Han itu ternyata ada 2 yaitu : RX 1210 dan RX 1213
juga ada RX 1215...yg mana roket ini sdh sukses di pake utk membuat hujan buatan
ya memang krn pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung.
Ambisi pembangunan reaktor nuklir di Indonesia sudah ada sejak 1950-an, pada saat kondisi politik dan keamanan di tanah air belum stabil. Di masa rezim Soekarno, pada 1957, Indonesia menjadi anggota Badan Energi Atom Internasional IAEA.
Indonesia lalu sudah membentuk Dewan Tenaga Atom (DTA) dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) pada 1958, yang dua lembaga itu kemudian berubah nama menjadi Badan Tenaga Atom Nasional. Dan Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang memiliki dan mengembangkan tenaga nuklir.
LAPAN mengembangan RX 420 menjadi RKN 42O ( gabungan RX 420 dgn tekhnologi C 802)
kabarnya saat uji coba rahasia jarak jangkaunya sdh 300km dan ledakannya luar biasa.
Tak salah pada akhirnya tercipta ICBM made in Indonesia, berhulu ledak nuklir dan jangkauan antar benua, teknologi gabungan China (DF21), Rusia (Bulava) dan tentu saja olah pikir anak bangsa. Yuk Keep Smile.
Indonesia pernah mencapai kemajuan dalam hal teknologi roket. Bahkan era tahun 1960-an, Indonesia menjadi negara kedua di Asia dan Afrika yang berhasil meluncurkan roket buatan sendiri yang bernama Kartika 1.
Meski saat ini jika berbicara mengenai teknologi pengembangan rudal dan roket, Indonesia terkesan jauh tertinggal, namun Indonesia pernah menjadi negara yang sukses mengembangkan roket. Pengembangan teknologi roket di Indonesia mulai maju di awal tahun 1960-an dengan dibantu oleh Uni Soviet.
Hingga pada tanggal 14 Agustus 1964, Indonesia akhirnya berhasil meluncurkan roket buatannya sendiri yang bernama Kartika 1 dengan berat 220 Kg dari stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Peluncuran ini membuat Indonesia menjadi negara kedua di Asia dan Afrika yang mampu mengembangkan teknologi pembuatan rudal dan roket setelah Jepang.
Setelah itu juga perkembangan roket dan rudal semakin semarak di Indonesia, bahkan Indonesia kembali meluncurkan roket Kartika dua dengan berat 66,5 Kg dan berjarak tempuh 50 Km. Kemudian Indonesia juga membeli berbagai rudal Surfance to Air Missile (SAM) dari Uni Soviet.
Namun sayang, setelah orde lama jatuh, teknologi rudal dan roket kurang berkembang di era orde baru, dan membuat Indonesia semakin jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain bukan hanya di Asia namun di dunia.
Baru kemudian pada tahun 1987, Indonesia melalui LAPAN kembali membuat roket yang diberi nama RX-250 LPN. Roket ini merupakan roket berbahan bakar cair dan padat dengan berat 300 kg memiliki panjang 5,30 meter berdaya jangkau 70 km.
China dan Indonesia kerja sama Teknologi Rudal C-705
Kita menawarkan adanya joint production peralatan senjata. Misalnya, kita tawarkan membuat rudal bersama," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro setelah bertemu dengan Wakil Ketua Komisi Militer Tiongkok Jenderal Guo Boxiong di Jakarta.
Kedatangan orang nomor dua di jajaran militer Tiongkok itu disambut dengan penghormatan militer. Jenderal Guo didampingi Duta Besar Tiongkok Zhang Qi Yue dan sejumlah perwira tinggi militer Tiongkok. "Mereka memiliki teknologi militeryang luar biasa. Kita berharap bisa belajar dan berbagi pengalaman," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Guo mengatakan, negaranya berencana membuat rudal C-705 untuk pertahanan udara dan laut. Peluru kendali tersebut merupakan pengembangan dari rudal C-802 yang telah digunakan kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut. "Akan sangat bagus jika rudal tersebut bisa dibuat bersama oleh teknisi Indonesia.
India Tawarkan Kerjasama Pembuatan Rudal
Pemerintah India menawarkan kerjasama pembuatan rudal ke Indonesia. Tawaran itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut India Laksamana Nirmal Kumar Verma saat melakukan kunjungan resmi ke Kemenhan,India ingin menawarkan kerjasama. Nah, sejauh mana kemampuan kita karena yang berkali-kali ditawarkan ke kita rudal Brahmos. Itu sudah dibuat dan ditawarkan ke kita. Kita sudah beli yang asli. Rudal Yakhont. Mudah-mudahan kedepan kita bisa kerjasama,” kata Kapuskom Publik Brigjen I Wayan Midhio.
Kerjasama itu, dinilai dia bisa menguntungkan program seribu roket yang sedang digagas oleh Indonesia. Dikombinasikan dengan kemampuan pembuatan rudal India, ia menyatakan roket Indonesia berpeluang menjadi rudal.
“Indonesia sudah mampu membuat roket. Tahun 2011-2014 kita buat seribu roket. Kalau kita buat pengaturnya, nanti kita buat rudal. Nah, kita jajaki apa yang ditawarkan mereka,” jelasnya.
Industri pertahanan India, menurut dia, sudah lebih maju dibandingkan Indonesia. India bahkan sudah mampu memproduksi kapal selam, rudal, korvet dan kapal induk. Fokus industri pertahanan India saat ini adalah membangun air defence carrier, yakni teknologi pesawat anti serangan udara.“Kita sendiri saat ini spare part radar dan parasut kita membeli dari mereka,” tukasnya.
Kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitita Negara untuk Penyelidikan Radioaktivet tahun 1954. Panitia Negara Tujuan tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)berdasarkan UU NO. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia telah ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, maka dibangun beberapa fasilitas penelitian, pengembangan, dan rekayasa (litbangyasa) yang tersebar di berbagai kawasan, antara lain Kawasan Nuklir Bandung (1965), Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta (1966), Kawasan Nuklir Yogyakarta (1967), dan Kawasan Nuklir Serpong (1987). Sementara itu dengan perubahah paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU no. 10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nukir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir.
Sail Morotai di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, 15 September 2012.
Kepala Lapan Bambang Tedjasukmana mengatakan RX-550 akan diterbangkan dari Morotai dan Untuk peluncuran tersebut, ujar Bambang, pihaknya akan bekerja sama dengan Pemda Morotai, Maluku Utara.
kalo dari selentingan yg ada memang RX 550 kan dilluncurkan pada saat pembukaan sail morotai. dan saat ini persiapannya sdh hampir 80%
kita lihat bersama sama saja perkembangannya dan mudah mudahan berjalan baik tanpa hambatan
pernahkah anda semua mendengar roket PRIMA 1,2 , 3 DAN 4 (ROKET WIDYA) juga bom OPALM yg sdh dibuat INDONESIA saat itu.
pernahkah anda mendengar pabrik roket di desa menang madiun?
Cita-cita kemandirian di bidang pembuatan roket senjata sejatinya sudah dibangun jauh sebelum PT DI diresmikan berdiri tahun 1976. Cita-cita ini pertama di lontarkan oleh Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Surjadi Suryadarma. AURI ingin memproduksi sendiri karena pada masa itu banyak memerlukan roket-roket seperti ini untuk berbagai operasi militer dan penumpasan pemberontakan.
Suryadarma bahkan telah memilih desa daerah terpencil di Madiun, Jawa Timur, bernama Menang. Dipilihnya tempat tersebut untuk proyek tersebut bebas dari incaran pihak-pihak yang ingin menggagalkannya. Proyek yang akhirnya di resmikan KSAU Omar Dhani dengan nama sandi 'Proyek Menang' dengan dasar keputusan Menteri/ KSAU no.47/1963.
Saat itu sebagai pelaksana yang ditunjuk langsung oleh KSAU Omar Dhani, Deputi Logistik Budiardjo terpaksa mengalihkannya ke lain tempat karena keterbatasan fasilitas di Desa Menang. Produk yang dikerjakan adalah roket Lesca, yang lisensinya berasal dari salah satu negara di Eropa. Proyek ini menghasilkan roket-roket yang kemudian menjadi senjata andalan pesawat P-51D Mustang AURI.
"Mengingat saat itu kekuatan AURI banyak dikerahkan untuk merendam konflik di berbagai tempat, demi keamanannya, proyek inipun di kategorikan Top Secret. Hanya beberapa orang yang tahu," kenang Mantan Marsda (Pur) RJ Salatun, salah seorang tokoh AURI sejawat Suryadarma, kepada Angkasa. "Maksud kita sekaligus untuk mempelajari know-how nya. Kenyataannya, membuat roket seperti ini lebih rumit dari yang dibayangkan." sambung Salatun sambil tersenyum.
Dalam perjalanannya Proyek Menang berhasil menghasilkan sejumlah roket. diantaranya Sura FL, PRM-62 mm, PRM-70 mm dan roket darat ke darat R-80. Tekad yang kuat telah menuntun mereka menembus semua kesulitan dalam menguasai know-how tentang roket.
Sekedar catatan, kebetulan pada masa-masa itu di Yogyakarta dan Bandung sendiri sedang diliputi demam pembuatan roket ilmiah oleh kelompok mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Roket-roket rancangan mahasiswa ini dipantau penuh oleh AURI, ADRI dan Pindad, terlebih setelah Presiden Soekarno menyatakan ketertarikannya terhadap rangkaian penelitian ilmiah ini.
Para Mahasiswa tidak saja mampu membuat badan roket, juga meracik sendiri propelan yang komposisinya tak pernah dibeberkan oleh satu negarapun. Khusus dikalangan mahasiswa UGM, mereka mendapat bimbingan dari Prof Petrov, ilmuwan Universitas California of Los Angeles mantan Direktur Teknik Cessna, AS, yang pada tahun 1962 pernah datang ke Yogyakarta memberikan kuliah di Jurusan Mesin Fakultas Teknik UGM.
Belakangan, pada tahun1975, Proyek Menang dipecah dua menjadi Proyek Menang I yang kemudian berubah namanya menjadi Pabrik roket Menang I, dan Proyek Menang II yang selanjutnya bernama Perum Dahana, pabrik bahan peledak. Enam tahun berselang perubahan kembali terjadi didalam tubuh Menang. Kala itu KSAU menyerahkan Pabrik Roket Menang I kepada PT Nurtanio dan disahkan menjadi Divisi ke 5, yakni Divisi Sistem Senjata, PT Nurtanio.
Di tangan PT Nurtanio yang kemudian berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia inilah, pada tahun 1981 mereka kemudian memperoleh lisensi pembuatan roket FFAR 2,75 inci. Tiga tahun kemudian kembali mendapat kepercayaan membuat SUT Torpedo, dengan lisensi dari Jerman.
Semasa pemerintahan Orde Baru, pembuatan roket 122 mm diam-diam telah dijadikan sasaran fase II dalam pengembangan Divisi Sistem Senjata yang pada waktu itu bernama SBU Defence. Roket ini diharapkan segera dibuat setelah mereka menuntaskan fase I, yakni penguasaan teknologi FFAR 2,75 inci. Kala itu pemerintah memandang penting persenjataan taktis ini mengingat selat-selat itu kerap di terobos kapal-kapal asing.
Setelah menguasai fase II, Divisi ini beralih ke fase III, yakni membangun roket kendali berdaya jangkau 300 km. Semua fase ini telah dimasukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pada masa itu Pemerintah RI telah menempatkan industri senjata dalam kerangka grand strategy petahanan nasional yang cukup baik, lengkap dengan perangkat kebijakannya. Sebagaimana diketahui, industri-industri seperti ini dikelola oleh Badan Pengelola Industri Strategis. Sayang, Fase I tak pernah tuntas di kerjakan. DI, atau yang dahulu dikenal sebagai IPTN, keburu ambruk akibat krisis moneter.
DISLITBANGAD juga ngembangin roket yg diberi nama KARTIKA jilid 2
roket D230 yg dipakai dasar R Han itu ternyata ada 2 yaitu : RX 1210 dan RX 1213
juga ada RX 1215...yg mana roket ini sdh sukses di pake utk membuat hujan buatan
ya memang krn pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung.
Ambisi pembangunan reaktor nuklir di Indonesia sudah ada sejak 1950-an, pada saat kondisi politik dan keamanan di tanah air belum stabil. Di masa rezim Soekarno, pada 1957, Indonesia menjadi anggota Badan Energi Atom Internasional IAEA.
Indonesia lalu sudah membentuk Dewan Tenaga Atom (DTA) dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) pada 1958, yang dua lembaga itu kemudian berubah nama menjadi Badan Tenaga Atom Nasional. Dan Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang memiliki dan mengembangkan tenaga nuklir.
LAPAN mengembangan RX 420 menjadi RKN 42O ( gabungan RX 420 dgn tekhnologi C 802)
kabarnya saat uji coba rahasia jarak jangkaunya sdh 300km dan ledakannya luar biasa.
Tak salah pada akhirnya tercipta ICBM made in Indonesia, berhulu ledak nuklir dan jangkauan antar benua, teknologi gabungan China (DF21), Rusia (Bulava) dan tentu saja olah pikir anak bangsa. Yuk Keep Smile.
0 komentar
Write Down Your Responses