Mitsubishi F-2
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mitsubishi F-2 adalah pesawat tempur multirole diproduksi oleh Mitsubishi Heavy Industries (MHI) dan Lockheed Martin untuk Angkatan Udara Bela Diri Jepang , dengan split 60/40 di bidang manufaktur antara Jepang dan Amerika Serikat. Produksi dimulai pada tahun 1996 dan pesawat pertama memasuki layanan pada tahun 2000.
76 pesawat pertama memasuki layanan pada tahun 2008, dengan kontrak total 94 airframes. Pada tahun 2005, Departemen Pertahanan mengubah kategori dari Fighter Dukungan ke Fighter.
Pesawat Mitsubishi F-2 direncanakan sebagai pengganti Mitsubishi F-1 yang menua. Pesawat tempur mesin-tunggal F-2 (FS-X) mempunyai performa yang dapat setara dengan F-16 tetapi biayanya lebih tiga kali lebih mahal dari pada F-16 atau sama dengan F-15.
Pada oktober 1985, Agen Pertahanan mulai mempertimbangkan tiga opsi pengembangan untuk FSX yaitu pengembangan domestik, adopsi dari model domestik yang sudah ada, atau adopsi dari model asing. Akan tetapi agen ini sebenarnya lebih tertarik untuk melakukan pengembangan domestik. Riset dan pengembangan Agen Pertahanan dan Technical Research and Development Institute Jepang mengumumkan bahwa selain mesin, Jepang akan mengembangkan pesawat tempur sendiri dengan biaya sekitar $1 miliar. Akan tetapi pada akhir 1986, setelah konsultasi dan besarnya tekanan dari AS, Jepang mempertimbangkan untuk melakukan perjanjian ko-produksi dengan AS. Dan pada Oktober 1987, Dewan Pertahanan Jepang dan AS melakukan pertemuan resmi di Washington untuk membahas rencana kerjasama proyek re-model F-15 atau F-16.
Pada November 1988, AS dan JEpang setuju untuk melakukan pengembangan bersama pesawat tempur FS-X berdasarkan pesawat F-16 Block 40.
Setelah perjanjian kerjasama terjadi, banyak kritik hebat dari anggota kongres AS yang mengkhawatirkan tentang hilangnya kunci teknologi dan kepemimpinan teknologi AS, resiko komersialisasi Jepang dan kurangnya share proyek untuk AS. Hasilnya, pada 1989 AS meminta pengkajian ulang terhadap perjanjian yang sudah disepakati, melarang transfer teknologi dan AS akan menerima 40% share keuntungan dari pengembangan pesawat ini.
Kontroversi ini meninggalkan ketidakpuasan pada kedua belah pihak dan pelaku industri Jepang, karena pesawat yang didesain secara domestik oleh Jepang (FSX) ini akan jauh lebih superior dari F-16 yang akan dire-desain secara bersama oleh Jepang dan AS, sehingga mempersulit AS untuk melakukan negosiasi ulang. Para pelaku industri mengingatkan AS bahwa perjanjian yang ada sudah menguntungkan bagi AS.
Berbeda dengan perkiraan AS pada awal program bahwa FS-X merupakan modifikasi kecil dari F-16 Block 40, FS-X ternyata menjadi pesawat yang merupakan modifikasi besar dari F-16. Walaupun terlihat sama, FS-X mempunyai ukuran dan berat yang lebih besar dari F-16. FS-X mempunyai sayap yang 25% lebih lebar, bodi pesawat yang lebih panjang, dan ekor vertikal-horizontal lepih panjang. FS-X akan mempunyai mesin yang sama (F110) dengan versi terakhir pesawat F-16. FS-X juga akan dilengkapi dengan lima teknologi yang didefinisikan dalam perjanjian yaitu radar active phased array fire control, sistem tempur elektronik terintegrasi, sistem navigasi/referensi inersial, perangkat komputer misi dan material penyerap gelombang radar. Jepang juga mengembangkan komposit untuk bagian sayap FS-X.Program pengembangan FS-X mencapai produksi purwarupa pada April 1993.
Program FS-X ternyata sangat membantu perkembangan industri aerospace Jepang. Para karyawan proyek ini mendapat pengalaman berharga yang nantinya dapat diaplikasikan pada program pengembangan lain. Dengan membuat perubahan besar dari model F-16, Jepang telah memaksimalkan konsep dan teknologi domestik yang dimiliki, sehingga industri Aerospace mendapatkan peran penting dalam proyek ini. Hasilnya, Jepang akan mengurangi ketergantungannya terhadap suplay dari AS untuk militer Jepang di masa yang akan datang.
Pada 1995, AS dan Pemerintah Jepang percaya bahwa Jepang dapat memproduksi sekitar 50-130 pesawat. Setelah adanya perdebatan untuk mengurangi produksi menjadi 70-80 pesawat, akhirnya kabinet pemerintah menyetujui 130 pesawat F-2 pada Desember 1995. Tetapi akhirnya sekitar akan 200 F-2 diproduksi dan akan dikirim mulai 2000 sampai 2010.
Penerbangan pertama F-2 dilakukan pada 7 Oktober 1995. Kemudian pada tahun yang sama, Pemerintah Jepang menyetujui pemesanan 141 pesawat, tetapi tidak lama kemudian dikurangi menjadi 130, dengan perkiraan waktu mulai beroperasi pada 1999. Akan tetapi karena masalah sruktur pesawat, waktu awal operasionalnya ditunda hingga 2000. Dan karena wacana efisiensi biaya, pesanan dikurangi lagi menjadi 98 pesawat pada 2004.
Pada Oktober 2007, sebuah pesawat F-2B mengalami kecelakaan saat lepas landas dan kemudian terbakar di Landasan Udara Nagoy, ketika sedang dulakukan uji terbang sebelum diserahkan ke JSDF. Kedua pilot uji selamat dari kecelakaan dengan hanya sedikit luka. Kemudian diketahui penyebab kecelakaan itu adalah kesalahan pada sistem kabel.
Pada 12 Maret 2011, 18 pesawat F2 yang berpangkalan di Pangkalan Udara Matsushima, Prefektur Miyagi, tersapu gelombang tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 9 SR. 18 dari pesawat tersebut tidak diperbaiki dan kemungkinan akan musnahkan/dibuang. Selebihnya, 6 pesawat akan diperbaiki dengan estimasi biaya 80M Yen.
94 pesawat terakhir selesai dibuat dan dikirimkan ke Kementrian Pertahanan Jepang pada 27 September 2011. Selain dikirim ke Pangkalan Udara Matsushima, pesawat juga dikirim ke Lapangan Udara Tsuiki. Pada saat itu, Mitsubishi Heavy Industries (MHI) mengumumkan bahwa produksi F-2 berakhir dan tidak ada lagi F-2 yang akan dibuat oleh mereka.
0 komentar
Write Down Your Responses