Program KFX/IFX Pembuatan Pesawat Tempur Canggih di Atas F-16, Tidak Dihentikan
Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon adalah peswat generasi ke-3. Sedangkan Pesawat KFX/IFX yang akan dibuat oleh Korea-RI adalah pesawat generasi 4,5 atau 5. Jadi proyek pembuatan pesawat tempur kejasama antara Korea Selatan dan Indonesia ini adalah proyek prestisius-ambisius, pesawat tempur kelas dunia. Proyek Korea/Indonesia Fighter Experiment (KFX/IFX) ini menurut penjelasan kedua belah pihak, yakni pihak pemerintah Korea dan Indonesia, hanya mengalami penundaan, bukan dihentikan. Hal ini juga diungkapkan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun.
Dari ruang kerjanya, Kim menyatakan bahwa penundaan dari proyek pesawat tempur taktis-strategis ini sebagai suatu rancang bangun jangka panjang, jadi pihak Indonesia dan Korea Selatan sendiri tidak perlu merasa tergesa-gesa. Selain itu, menurut Kim, juga ada upaya untuk mengadopsi teknologi-teknologi terbaru untuk diimplementasikan ke dalam program KFX/IFX ini.
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Meskipun demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin muncul di Indonesia terkait dengan kepastian proyek KFX/IFX. "Kami paham sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar Kim.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September 2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel.
Penundaan ini disebabkan belum ada persetujuan Parlemen Korea Selatan untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung tahap EMD (Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini sebenarnya sudah menjadi inisatif Korea Selatan sejak tahun 2001. Kala itu, negara industri terkemuka di Asia itu dipimpin oleh Presiden Kim Dae-jung. Pada saat itu, Korea Selatan sudah meyakini bahwa proyek KFX sudah layak dikerjakan sejak masa kepemimpinan Kim Dae-jung, yaitu 12 tahun lalu.
Pada tahun 2010, Korea Selatan menawarkan kerjasama kepada Indonesia untuk mengembangkan KFX/IFX karena pertimbangan bahwa Indonesia adalah mitra tepat untuk itu. Saat itu, Korea Selatan menawarkan banyak hal, salah satunya transfer teknologi kelas tinggi dari pesawat tempur yang kemungkinan adalah generasi 4,5 atau juga 5.
Belakangan, Indonesia memang cukup banyak membeli arsenal militer dari negara ginseng tersebut, dimulai dengan 12 unit pesawat latih KT-1B Wong Bee untuk TNI AU (yang digunakan JAT), overhaul kapal selam KRI Cakra-402 tipe U-209 milik TNI AL, hingga pembelian tiga unit kapal selam plus transfer teknologi, yang mana satu kapal selam terakhir akan dibuat di Indonesia melalui PT PAL.
Selain itu, tahap final pembelian pesawat latih-tempur T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan untuk TNI AU juga telah dilakukan. T-50 Golden Eagle ini menyisihkan pesaingnya, Aermacchi M-346 buatan Italia dan Yakovlev Yak-130 Mitten dari Rusia.
Korea Selatan sendiri sudah sejak lama "kesengsem" dengan Lockheed Martin F-22 Raptor Amerika Serikat guna memperkuat angkatan udaranya mengingat negara itu masih berstatus perang dengan Korea Utara. Namun, karena beberapa alasan, Amerika Serikat tidak mengabulkan permintaan Korea Selatan ini.
Dari Kementerian Pertahanan sendniri menyatakan, proyek pengembangan Korean Fighter Xperiment (KFX)/ Indonesian Fighter Xperiment (IFX) yang merupakan hasil kerja sama Pemerintah Indonesia bersama dengan Korea Selatan melalui Defense Acquisition Program Administration (DAPA) tertunda, namun tidak diterminasi.
"Penundaan ini akan berdampak terhadap rencana anggaran yang telah disiapkan pemerintah, dimana pagu indikatif anggaran sebesar Rp1,1 triliun tidak mungkin terserap sepenuhnya," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Sisriadi, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, proyek produksi bersama pesawat KFX antara Indonesia dan Korea Selatan yang telah disetujui pada tahun 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan pihak Indonesia dan Korea telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim sebanyak 37 engineer Indonesia yang merupakan kerjasama kedua negara di CRDC untuk melaksanakan perancangan pesawat KF-X/IF-X bersama Engineer Korea.
Namun, kata dia, didalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan ekonomi yang sedang terjadi, Pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak DAPA, pihak Korea berinisiatif untuk menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga September 2014). Penundaan ini disebabkan oleh belum adanya persetujuan Parlemen ROK untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung terlaksananya tahap EMD Phase (Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap dalam proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, tahap pertama, 'technical development'. Kedua, 'engineering manufacture' dan ketiga, pembuatan prototipe.
"Tahap yang ditunda adalah tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah ROK akan melaksanakan 'Economic Feasibility Study' terhadap program ini," kata Kapuskom Publik Kemhan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kata mantan Kadispenad ini, pemerintah Korea tidak akan melakukan terminasi Program Pengembangan pesawat Tempur KF-X/IF-X, mengingat dana yang sudah dikeluarkan Pemerintah ROK sangat besar. Penekanan untuk tidak akan melakukan terminasi Program ini ditegaskan dalam Joint Committee ke-4 pada tanggal 10-11 Desember 2012 lalu.
Ia mengatakan, dalam menyikapi wacana itu Indonesia telah mengintensifkan langkah-langkah penyiapan alih teknologi dengan kegiatan antara lain Operasionalisasi DCI (Design Centre Indonesia) untuk memetakan dan mengembangkan kompetensi SDM yang telah terbentuk selama fase awal yaitu Technology Development Phase (TDP). Selain itu akan dilakukan penguatan industri pertahanan dalam negeri yang akan terlibat dalam program ini, dan Technology Readiness (kesiapan teknologi).
Pemerintah Indonesia saat ini belum mengeluarkan dana untuk tahapan EMD. "Dengan penundaan ini diharapkan kesiapan Indonesia dalam program KF-X/IF-X ini akan semakin baik. Dalam kaitannya dengan dana share, pemerintah Indonesia belum mengeluarkan dana untuk Program EMD Phase ini, dana share yang sudah dianggarkan di tahun anggaran 2013 belum disalurkan," ujarnya.
Program pengembangan itu diperkirakan membutuhkan dana total sekitar 5 miliar dolar Amerika dimana share pemerintah Indonesia adalah 20 persen dari total pembiayaan. Namun meski hanya 20 persen dari total pembiayaan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terlibat dalam seluruh proses perancangan dan produksi yang meliputi Technology Development Phase (TD Phase), Engineering and Manufacturing Development Phase (EMD Phase), Joint Production and Joint Marketing.
Dari investasi yang diberikan itu, Indonesia akan mendapatkan 20 persen dari pembuatan pesawat (Workshare) dan 20 persen dari penjualan pesawat terbang.
Di hubungi terpisah, Anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, seharusnya dalam bekerja sama dengan negara manapun diperlukan ketelitian mempelajari perjanjian kerja samanya.
"Saya dapat masukan ada beberapa istilah dalam berbagai perjanjian jual beli atau kerjasama pengembangan alutsista yang multitafsir," katanya.
Politisi Partai Hanura ini mengatakan, penundaan proyek KFX/IFX dengan Korea Selatan dan dapat merugikan Indonesia itu sesungguhnya tak perlu terjadi bila selalu melakukan riset sebelum kerja sama.
"Kita sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif, jangan mau didikte oleh negara manapun dalam pelaksanaan politik luar negeri kita," ujarnya.
Oleh karena itu, dirinya mengimbau agar Kemhan memakai ahli bahasa dalam membuat MoU untuk mencegah adanya multitafsir seperti yang banyak terjadi dalam MoU yang ada saat ini. Apalagi, dalam UU Industri Pertahanan telah disepakati tidak boleh ada "kondisionalitas politik" ketika ada impor alutsista.
"Itu justru akan melegalkan kondisionalitas politik atas dasar HAM. Memang kita harus jelas dan tegas hadapi 'double standard' dari kata-kata yang ada," ucap Nuning sapaan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati.
Ia menjelaskan dalam proyek ini pemerintah Indonesia berkontribusi hanya 20% selebihnya oleh pemerintah dan BUMN strategis Korsel. Rencananya dari proyek ini akan diproduksi pesawat tempur KFX/IFX atau F-33 yang merupakan pesawat tempur generasi 4,5 masih di bawah generasi F-35 buata AS yang sudah mencapai generasi 5. Namun kemampuan KFX/IFX ini sudah di atas pesawat tempur F-16.
Pesawat KFX/IFX akan dibuat 250 unit, dari jumlah itu Indonesia akan mendapat 50 unit di 2020. Harga satu pesawat tempur ini sekitar US$ 70-80 juta per unit.
"Tapi kita yang ini mungkin bisa dapat US$ 50-60 juta, karena kita ikut membangun, dari APBN kita," katanya.
Sebelumnya PT Dirgantara Indonesia (PT DI) akan terlibat dalam pengembangan dan produksi pesawat jet tempur buatan Indonesia. Pesawat itu dikembangkan atas kerja sama Kementerian Pertahanan Korea Selatan dan Indonesia, pesawat tempur KFX/IFX.
Direktur Utama Dirgantara Indonesia Budi Santoso menuturkan, untuk mengembangan pesawat yang lebih canggih dari F-16 dan di bawah F-35 ini, PT DI telah mengirimkan sebanyak 30 orang tenaga insinyur ke Korsel untuk terlibat dalam pengembangan proyek pesawat temput versi Indonesia dan Korsel.
"Baru pulang Desember (2012) 30 orang. Kami mengirim atas nama Kemenhan. Jadi 1,5 tahun tim kita ada di Korea. Kita 1,5 tahun sama-sama mendesain. Kita ada yang belajar dari Korea, dan Korea ada yang belajar dari kita (PT DI)," tutur Budi.
0 komentar
Write Down Your Responses