BPPT KEMBANGKAN PEMBANGKIT LISTRIK ENERGI ANGIN






JAKARTA Tingginya pertumbuhan penduduk dan perekonomian di Indonesia, membuat kebutuhan terhadap energi listrik meningkat cukup pesat.

Pada 2030 diprediksi pemakaian listrik sebesar 22,5%, batubara 15,6%, dan gas bumi 8%. Sedangkan peranan bahan bakar minyak masih cukup besar, yaitu lebih dari 35,6% terhadap kebutuhan energi final nasional.

“Di sisi lain, cadangan energi fosil makin menipis. Khususnya laju produksi minyak bumi nasional yang semakin menurun, tidak mampu mengejar laju kebutuhan. Hal itu membuat Indonesia saat ini beralih dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak,” kata Marzan A. Iskanda, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Jakarta, Selasa (14/5).

Dia mengatakan konsumsi BBM pada 2030 diperkirakan mencapai tiga kali lipat dari konsumsi saat ini. Oleh sebab itu pengembangan energi dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi sangat urgen untuk ditingkatkan.

Menurut dia, bila pada 2030 tak ada perubahan pola kebijakan subsidi, maka subsidi untuk minyak akan mencapai Rp3.000 triliun.

Marzan menuturkan Indonesia memiliki potensi sumber daya EBT yang cukup menjanjikan. Salah satunya mengoptimalkan pembangkit listrik dnegan menggunakan energi angin, yang cenderung lebih ramah lingkungan dan rendah karbon.

“Pemanfaatan energi angin ini perlu ditingkatkan. Dari 160 titik yang terukur kecepatan anginnya, diperkirakan 35-40 titik di Indonesia punya potensi kecepatan angin rata-rata per tahun di atas 5 meter per detik,” ujarnya di sela MoU antara WHyGen dan beberapa mitra dalam rangkaian kegiatan WHyPGen Project Board Meeting.

Untuk itu, katanya, BPPT melalui Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP), menjalankan proyek Wind Hybrid Power Generation (WHyPGen) Market Development Intiatives.

Proyek hibah yang didanai oleh Global Environmental Facility (GEF) tersebut, tujuannya mendorong komersialisasi pembangkit listrik hibrid on-grid berbasis energi angin.

Hibrid dapat diimplementasikan antara pembangkit listrik tenaga angin atau bayu dengan diesel, mikrhidro, surya, biomas, ataupun EBT lainnya.

Dalam menjalankan proyek WHyPGen ini, lanjutnya, BPPT bermitra dengan institusi lain, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia.

Dia menjelaskan target utama proyek WHyPGen yang berlangsung tiga tahun (2012-2015) ini, adalah pembangkit listrik berbasis energi listrik, berbasis teknologi WHyPGen sebesar 18,115 GWh, setara dengan pengurangan emisi CO2 sebesar 16.050 metric ton dari aplikasi terpasang 9,4 Megawatt (MW).

Saat ini, ujarnya, WHyPGen telah memetakan potensi energi angin di 8 lokasi yang terdapat di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan Bali. NTT, lanjutnua, memiliki potensi angin yang cukup bagus dengan kapasitas 50 MW, dan Banten 100 MW.

Diharapkan kegiatan WHyPGen dapat meningkatkan pemanfaatan energi angin, yang sekarang masih lambat.

“Pembangkit listrik bertenaga angin yang baru dimanfaatkan, hanya 2 MW,” ungkapnya. (Kabar24/aw)

, ,

0 komentar

Write Down Your Responses