Setelah rudal Rapier dipensiunkan oleh TNI AD, maka kemudian Arhanud (artileri pertahanan udara) TNI AD memilih rudal Grom, yakni rudal jenis SHORAD (short range air defence), alias rudal pertahanan udara jarak pendek/SAM (surface to air missile). Sebagai rudal SAM ringan, Grom pertama kali diproduksi pada tahun 1995, dirancang oleh Military Institute of Armament Technology, dan diprodkusi oleh Mesko, Skarżysko-Kamienna, manufaktur senjata asal Polandia.
Dengan berakhirnya masa tugas Rapier pada Juni 2007, secara bertahap Grom mulai memperkuat arsenal arhanud TNI AD. Unit Arhanud TNI AD pertama yang dilengkapi Grom adalah Detasemen Rudal 003 Kodam Jaya, dan kini detasemen rudal Arhanud lain dilingkungan TNI AD sudah berbekal Grom, yakni Detasemen Rudal 001 Kodam Iskandar Muda yang mengamankan area kilang Arun, Detasemen Rudal 002 Kodam Tanjungpura yang mengamankan obyek vital di Bontang, dan Detasemen Rudal 004 Kodam Bukit Barisan yang mengamankan obyek vital di Dumai.
Paket pengadaan rudal Grom mencakup Kobra modular air defence system dari yang terdiri dari battery command vehicle, sistem peluncur rudal Poprad, 3D multi-beam search radar, dan meriam 23-mm/ZUR komposit rudal Grom.
Grom
Rudal Grom berasal dari platform rudal panggul yang bisa dioperasikan secara perorangan. Karena berasal dari Polandia yang merupakan eks sekutu Rusia, basis desain Grom juga diambil dari rudal SAM SA-7 yang sudah lebih dulu kondang. Pertama kali Grom digunakan oleh Angkatan Darat Polandia pada tahun 1995. Dan pada tahun 2007, Polandia menjual beberapa Grom ke beberapa negara, termasuk ke Georgia, negara pecahan Uni Soviet. Georgia membeli 30 peluncur dan lebih dari 100 rudal.
Pembelian Grom oleh Georgia-lah yang kemudian mengangkat pamor rudal ini, pasalnya Georgia pada tahun 2008 sempat terlibat konflik dengan Rusia dalam perang di wilayah Ossetia Selatan. Dilaporkan selama perang tersebut, 20 helikopter Rusia tertembak oleh Grom. Di medan konflik yang lain, tepatnya pada akhir 2008, pihak Rusia telah menemukan paket rudal Grom yang digunakan oleh pejuang Checknya. Itulah perjalanan tempur rudal Grom yang beberapa kali telah ‘mentas’ di beberapa medan perang di wilayah dingin. Apakah ini yang menjadi dasar pembelian Grom oleh Indonesia?
Secara spesifikasi, Grom mempunyai berat 10,5 Kg, serta berat berikut peluncur mencapai 16,5 Kg. Bobot hulu ledak Grom yakni 1,82 Kg, sedangkan diameter Grom hanya 72 mm dan panjang rudal 1.566 mm. Bagaimana dengan soal jangkauan? Jangkauan tembak Grom horizontal yakni 5.500 meter dan jangkauan tembak vertikal antara 3.000 sampai 4.000 meter, dengan minimal jangakauan tembak 10 meter. Untuk kecepatan, Grom bisa menguber target dengan kecepatan 650 meter per detik. Pihak pabrik menyebutkan, Grom bisa beroperasi pada suhu -35 sampai 50 derajat celcius, jadi secara teori cukup layak digunakan di Indonesia.
Grom berpemandu infrared, sistem penembakan yakni mengusung konsep fire and forget, atau setelah ditembakkan secara otomatis rudal akan mengejar sumber panas sasaran. Secara umum, antara Rapier dan Grom punya kodrat yang sama dalam menguber target, yakni sama-sama mengincar target yang terbang rendah dengan manuver dan kecepatan tinggi.
Peluncur Poprad
Dalam gelar operasinya, Grom milik Arhanud TNI AD dipasang dalam platform peluncur Poprad dan meriam 23-mm/ZUR komposit. Untuk Poprad yang dipakai oleh TNI AD, menggunakan platform jip Defender dari Land Rover. Dalam satu jip tersedia 4 peluncur Grom yang dapat diputar 360 derajat. Dengan adopsi peluncur Grom pada kendaraan berkemampuan off road, diharapkan gelar operasi rudal ini dapat lebih mobile dan fleksibel. Umumnya dalam satu jip peluncur membawa 8 rudal, 4 yang siap tembak, dan sisanya 4 rudal sebagai cadangan.
Meski dapat ditembakkan secara terpadu dari Battery Command Vehicle, tapi komponen Poprad dapat beroperasi secara mandiri, dengan dua kru (komandan/operator dan supir), Poprad dapat menguntit target lewat atomatic target tracking (videotracker) dalam kondisi siang dan malam hari. Agar akurat membidik target, Poprad juga dilengkapi teknologi FLIR (forward looking infra red) dan electro optical sensor yang berkemampuan thermal camera plus laser range finder. Untuk menghindari friendly fire, atau salah menembak target, Poprad juga sudah dibekali IFF (identification friend or foe) interrogator.
Meriam 23-mm/ZUR komposit rudal Grom
Untuk unsur yang satu ini, keberadaan rudal Grom ditendemkan pada meriam 23-mm/ZUR. Dalam posisi siap tembak, 2 peluncur Grom ditempatkan pada sisi kanan juru tembak, tentu saja proses isi ulang rudal bakal lebih cepat di sistem meriam ini. Secara umum, meriam 23 mm ini memiliki jangkauan tembak maksimum vertikal 2.000 meter, dan jangkauan tembak horizontal 3.000 meter. Meriam ini diawaki oleh 6 awak, 2 bintara dan 4 tamtama. Dengan konsep komposit/hybrid, amumisi meriam dan rudal dapat ditembakkan ke target secara simultan, hingga mencapai daya hancur yang berlipat.
Battery Command Vehicle
Dalam Kobra modular air defence system, terdapat elemen Battery Command Vehicle dan Mobile Multibeam Search Radar, kedua ditempatkan terpisah dalam platform jip Defender Land Rover. Battery Command Vehicle merupakan kendaraan pos pengendali baterai, perangkat ini mampu mengendalikan hingga 6 pucuk meriam secara serentak. Command Vehicle dipandu dengan alat bidik optronik yang memiliki interface dengan rudal/meriam. Kemampuan deteksi Battery Command mencapai 20 Km, dilengkapi dengan laser range finder, TV camera, dan optical direcetor. Sebagai ‘jantung’ sistem pertahanan modular, Battery Command dapat mengusung 3 sumber energi, yakni dari generator, listrik PLN, dan baterai.
Mobile Multibeam Search Radar (MMSR)
Bila Battery Command Vehicle berperan sebagai elemen pengendali, Multibeam Search Radar berperan sebagai radar penjejak dan pemantau pergerakan target. Perangkat ini mempunyai jangakauan horizontal hingga 40 – 50 Km, sedangkan jangakau vertikal mulai dari 50 meter – 10.000 meter. Mobile Multibeam Search Radar dapat menampilkan obyek 3 dimensi, perangkat ini diawaki oleh 2 orang. Karena menggunakan platform jip Defender, waktu gelar radar ini bisa dilakukan dengan singkat, waktu siap tempur hanya butuh 4 menit.
Uji Coba Grom di Indonesia
Untuk mengetahui seberapa besar kehandalan alutsista yang dimiliki, TNI AD beberapa kali telah menggelar Grom dalam serangkaian uji coba. Boleh saja Grom berjaya di medam tempur Eropa yang bersuhu dingin, tapi apakah jenis rudal ini juga handal saat dioperasikan di wilayah tropis seperti di Indonesia?
Uji tembak pertama seluruh meriam dilakukan pada 24-25 Oktober 2007 di lapangan tembak Ciampea – Bogor, oleh instruktur dari Polandia. Uji tembak ini disaksikan langsung oleh Direktur Peralatan TNI AD dan hasilnya meriam dapat beroperasi dengan baik, dan tembakan dapat mengenai sasaran seperti yang diharapkan.
Selanjutnya dilakukan uji tembak yang kedua, berlangsung pada 28 Oktober – 3 November 2007 di lapangan uji tembak senjata berat di Bulus Pesanteren, Kebumen – Jawa Tengah. Titik berat pengujian dilakukan pada rudal Grom yang diintegrasikan dengan Battery Command Vehicle dan MMSR. Uji tembak ini disaksikan oleh pucuk pimpina TNI AD, sasaran tembak yang dipakai adalah pesawat model yang dikendalikan dengan remote control. Hasilnya, dari empat kali penembakkan rudal, sasaran tidak dapat dihancurkan.
Mengenai kegagalan Grom, ada tanggapan dari pihak operator. “Menurut perhitungan, akurasi, dan toleransi terhadap sasaran yang sebenarnya (pesawat udara), sesunghunnya sasaran itu dapat dihancurkan sebelum mendekati obyek vital yang dilindungi,” ujar Serka Sutoyo, Bintara Den Arhanud 003 Kodam Jaya, dikutip dari Majalah Defender, edisi September 2008.
Kemudian ada lagi uji coba rudal Grom pada 4 Mei 2010, dikutip dari Tribunenews.com, ujicoba tiga rudal di perairan Sekerat, Bengalon Kabupaten Kutai Timur,lagi-lagi tidak mengenai target.
Sistem senjata tersebut jenis Grom Komposit Meriam 23 MM Zur 23-2KG-1 yang diperagakan oleh 26 pria Polandia. Disaksikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta, pejabat TNI AD, pejabat Kodam VI Tanjungpura, juga Muspida Kutim.
Dandim Kutim Letkol Inf Mukhtar menjelaskan, peragaan beberapa elemen sistem persenjataan itu berfungsi secara integral. Adapun rudal yang meleset sedikit dari target atau sasaran karena pengaruh cuaca panas. Menurutnya, sesaat sebelum misil meluncur, komputer melakukan pengecekan terhadap 3 parameter yaitu sistem elektronik misil, jarak sasaran, dan besar suhu sasaran. Bila salah satu parameter tersebut tidak terpenuhi, maka misil tidak akan meluncur ke sasaran. Dalam uji coba, rudal meledak tanpa mengenai target.
Usai peluncuran, pihak pelaksana uji terima menganalisa bahwa faktor yang mengakibatkan luputnya sasaran adalah cuaca panas. “Karena cuaca di Kutim panas, maka misil yang menggunakan detektor suhu bisa jadi luput dari sasaran. Berbeda saat uji coba di Polandia dan Jawa Tengah yang sukses mengenai target” ujar Letkol Muchtar. KSAD Jenderal TNI George Toisutta mengatakan akan membicarakan kembali rencana pembelian rudal ini di Jakarta. Kemungkinan juga akan ada pengujian ulang di Ambal, Jawa Tengah.
Melihat beberapa kali kegagalan Grom dalam uji coba, pertanyaan lalu muncul, apakah Grom adalah alutsista yang cocok untuk Indonesia? Kalau yang menjadi alasan seputar di hawa yang panas, bagaimana dengan gelar operasi Grom saat digunakan di medan perang sesungguhnya, bukankan sebagian besar wilayah/obyek vital berada di area yang panas menyengat, semisal di daerah kilang minyak. Jangan sampai nantinya target sudah terkunci, jutru rudal malah loyo sebelum ditembakkan. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Rudal Grom
Pabrik : Mesko, Skarżysko-Kamienna – Polandia
Panjang : 1.596 mm
Diameter : 72 mm
Berat rudal : 10,5 Kg
Berat rudal + peluncur : 16,5 Kg
Berat amunisi : 1,82 Kg
Jarak tembak horizontal : 5.500 meter
Jarak tembak vertikal : 4.000 meter
Kecepatan : 650 meter/detik
Grom : Rudal Utama Hanud TNI AD
0 komentar
Write Down Your Responses