Teknologi radiasi untuk pengawetan pangan



Teknologi radiasi untuk tujuan pengawetan pangan dapat memberikan kontribusi ketahanan pangan nasional, sedangkan nilai pangan secara keseluruhan merupakan fungsi faktor keamanan dan mutu pangan. Aplikasi iptek nuklir pada pangan dapat dijadikan basis teknologi pengawetan yang handal karena mampu menciptakan nilai pangan yang tinggi, sehingga sangat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan nasional seutuhnya.

“Iradiasi merupakan teknologi tepat guna untuk pengawetan pangan dan sangat potensial untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional,” kata Zubaidah Irawati dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset BATAN, Kamis (13/06), di Gedung Pertemuan PATIR, Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.

Orasi yang judul “Iradiasi Pangan Untuk Pengawetan dan Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional“, disampaikan di depan Sidang Majelis Pengukuhan Profesor Riset yang diketuai Ketua LIPI Lukman Hakim.

Menurutnya, sementara ini banyak pangan yang rusak karena tidak tertangani dengan baik, mungkin karena serangan serangga atau hama gudang. Hal ini dapat diselamatkan dengan menggunaan iradiasi. Teknik iradiasi bisa membunuh serangga, mikroba, dan tidak merusak nutrisi yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat membantu ketahanan pangan nasional secara keseluruhan.

Namun, informasi tentang manfaat iptek nuklir pada pangan yang kurang mendalam, dapat menimbulkan kekeliruan pemahaman dikalangan masyarakat. Hal ini dapat membawa citra buruk dan berdampak negatif pada pengembangan iptek nuklir secara keseluruhan. Bahkan, sampai saat ini masih saja terjadi pemahaman dan persepsi keliru bahwa teknologi radiasi dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan pangan yang sudah terlanjur rusak akibat serangga dan mikroba.

“Oleh karena itu, pemahaman yang keliru harus diluruskan melalui edukasi publik dan melakukan kegiatan penelitian bersama secara konsorsium,” tambah Irawati.

Tantangan utama kegiatan iradiasi pangan di masa depan adalah mewujudkan produk pangan iradiasi secara besar-besaran. Iradiasi pada jenis pangan olahan siap saji dengan menu yang bervariasi, praktis dalam penyajian, dan memiliki nilai pangan yang tinggi dapat membuka peluang bisnis bagi siapapun sesuai target pasar yang dikehendaki. Akan tetapi, masih ditemukan kendala utama yaitu keterbatasan jumlah fasilitas iradiator yang tersedia dan keengganan industri pangan untuk memasang label dan logo pangan iradiasi, ‘RADURA’.

Sementara itu, June Mellawati juga menyampaikan orasi dengan judul “Pertimbangan Ekologi Dalam Studi Tapak PLTN di Indonesia”.

Dalam orasinya, June Mellawati mengatakan bahwa pembangunan PLTN perlu mendapatkan pertimbangan untuk menjadi salah satu alternatif sumber energi listrik, mengingat kebutuhan energi listrik di Indonesia terus meningkat, terutama di sektor rumah tangga dan industri. Oleh karena itu, dalam upaya menyiapkan pembangunan PLTN, kegiatan studi tapak PLTN dengan mengikuti standar penetapan tapak dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), mutlak harus dilakukan. Satu diantaranya yang perlu dijadikan pertimbangan adalah pengaruh lingkungan terhadap keselamatan PLTN dan pengaruh PLTN terhadap lingkungan.

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia telah berpengalaman dalam membangun dan mengoperasikan tiga buah reaktor nuklir, yaitu Reaktor Riset “Serba Guna G.A. Siwabessy” di Serpong dengan daya 30 MW, Reaktor “Kartini” di Yogyakarta dengan daya 100 kW, dan Reaktor “Triga 2000” di Bandung dengan daya 2 MW. Berdasarkan pengalaman itu pula fakta risiko kecelakaan hingga mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh energi nuklir relatif sangat kecil dibandingkan beberapa jenis energi lain.

“Kemampuan yang diperoleh selama melaksanakan studi tapak di beberapa wilayah di Indonesia dan studi AMDAL, serta didukung dengan fasilitas laboratorium dan SDM yang memadai, dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam melaksanakan pembangunan PLTN,” kata June Mellawati.

Sedangkan Muhayatun menyampaikan orasi dengan judul “Teknik Analisis Nuklir Dalam Peningkatkan Kemampuan Identifikasi Sumber Udara di Indonesia”.

Meningkatnya urbanisasi, industri, dan berbagai aktivitas ekonomi seperti transportasi telah mengakibatkan pencemaran khususnya di beberapa perkotaan Indonesia. Hal ini terjadi karena sumber pencemar antropogenik telah melampaui daya dukung lingkungan sehingga tidak dapat dinetralkan secara alami. Pencemaran udara memiliki dampak yang signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem, perubahan iklim dan pemanasan global.

Parameter utama pencemaran udara yang memiliki dampak signifikan pada kesehatan adalah partikulat udara (particulate matter/PM). Partikulat udara yang berukuran kurang dari 2,5 m (PM2,5) disebut partikel halus. PM2,5berasal dari sumber antropogenik dan sangat berbahaya karena dapat berpenetrasi menembus bagian terdalam paru-paru dan jantung, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan akut, kanker paru-paru, panyakit kardiovaskular bahkan kematian. Di samping PM2,5 dikenal juga istilah PM10 yang merupakan partikulat udara berukuran kurang dari 10 m dan total suspended particulate (TSP) yaitu semua zat tersuspensi yang umumnya berukuran kurang dari 50 m.

Karakteristik dan identifikasi berbagai unsur yang berbasis pada metode konvensional seperti potensiometer, voltametri, dan spektrometri serapan atom memiliki berbagai keterbatasan dalam tahap pelarutan, tahap preparasi membutuhkan waktu lama, terdapat interfensi matriks, membutuhkan bobot sampel yang banyak, dan tidak multi unsur. Berbagai kelemahan ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam penentuan ketidakpastian hasil analisis, sehingga menjadi kendala utama dalam riset trace element.

Menurutnya, Teknik Analisis Nuklir (TAN) merupakan solusi dalam mengatasi keterbatan teknik konvensional. Penerapan TAN dapat meningkatkan karakteristik PM2,5 dan PM10 yang merupakan kunci utama identifikasi sumber pencemar dan menjadi harapan baru dalam meningkatkan pemahaman kompleksitas permasalahan pencemaran, sehingga dapat mendorong perumusan strategi yang tepat dan terarah dalam menyujudkan peningkatan kualitas udara di Indonesia.

“TAN merupakan teknik analisis multi unsur, non destructive, selektif, dan memiliki sensitivitas tinggi, sehingga menjadi teknik analisis yang tepat dalam riset trace element,” papar Muhayatun.

Tiga orang Peneliti Utama BATAN yang baru saja dikukuhkan menjadi Profesor Riset ini, merupakan Profesor Riset BATAN yang ke-48, ke-49, dan ke-50. Namun, menurut Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto, dalam sambutannya mengatakan bahwa diantara 50 Profesor Riset yang dimiliki BATAN, 28 diantaranya telah memasuki masa purba bakti, sehingga saat ini BATAN hanya memiliki 22 Profesor Riset yang masih aktif.

“Dan sebelumnya kita hanya memiliki satu orang Profesor Riset perempuan, sekarang sudah bertambah menjadi empat Profesor Riset perempuan,” tutur Djarot S. Wisnubroto.

inilah.com

, ,

0 komentar

Write Down Your Responses