Wacana pengadaan pesawat tempur untuk mendukung perkuatan alutsista TNI AL terus bergulir, satu diantaranya adalah pengadaan Sukhoi 33 yang jelas akan mengikuti akuisisi Kapal Induk kelas Varyag bekas pakai milik Rusia. Apakah ini untuk mengantisipasi memanasnya isu Laut Cina Selatan (LCS) yang semakin berkembang menyusul insiden tanggal 5 Desember 2013 antara USS Cowpens dengan Kapal Pengawal Kapal Induk China Liaoning? Ataukah ini untuk mengantisipasi Isu World War III yang telah berhembus lama oleh John Titor yang mengaku Tentara AS yang kembali ke masa lalu yang hanya ingin memperingatkan adanya Perang Dunia Ketiga yang diprediksi terjadi tahun 2015, dimana Nuklir menjadi senjata yang digunakan saat itu? Apapun isunya, sudah seharusnyalah TNI sebagai pengawal dan pelindung Nusantara memperkuat diri baik fisik, mental maupun alutsistanya.
Keputusan akuisisi Heavy Fighter Sukhoi 33 untuk TNI AL masih menunggu bulan Pebruari 2014, dimana akan ada pembicaraan khusus yang akan dilakukan Kementrian Pertahanan RI yang sedianya berlangsung di Moskow, Rusia.
Sukhoi Su-33 (kode NATO: Flanker-D) adalah pesawat tempur angkatan laut yang dikembangkan oleh Sukhoi pada tahun1982 untuk dipakai di atas kapal induk. Pesawat ini merupakan pengembangan dari Su-27, dan sebelumnya diberi namaSu-27K. Perbedaan Su-27 dengan Su-33 adalah Su-33 dilengkapi peralatan untuk diluncurkan dan mendarat di kapal induk (seperti cantolan belakang dan sayap lipat), dapat dipasang canard, dan dapat mengisi bahan bakar di udara. Sesuai dengan misinya, pesawat ini bisa dianggap sebanding dengan F-14 Tomcat Amerika Serikat, sedangkan MiG-29K 'Fulcrum-D' sebanding dengan F/A-18 Hornet.
SEJARAH
Pesawat Sukhoi Su-33 adalah versi kapal induk dari Su-27 yang semula didesain untuk beroperasi pada kapal induk utama Uni Soviet. Untuk memenuhi kebutuhan operasi di kapal induk, su-33 mempunyai airframe yang lebih kuat, anti korosi, roda penangkap, mesin yang lebih bertenaga dan sayap yang dapat ditekuk untuk kemudahan penyimpanan di atas kapal induk. Su-33 juga merupakan varian Su-27 pertama yang memakai canard untuk meningkatkan manuberabilitas serta mengurangi jarak take-off dan kecepatan saat mendarat.
Pesawat Su-27K, desain awal dari Su-33, pada awalnya dikembangkan untuk AL Soviet bersama dengan MiG-29K. Diharapkan kedua pesawat ini digunakan untuk operasi kapal induk. Akan tetapi, ehancuran Uni Soviet meninggalkan hanya satu Kapal induk kelas Kuznetsov, sehingga hanya satu pesawat yang diputuskan untuk dikembangkan. Walaupun lebih mahal dan ukurannya lebih besar (sehingga sedikit pesawat yang akan muat dalam kapal induk), AL Soviet memilih Su-27K. Sekitar 24 pesawat yang sekarang dikenal sebagai Su-33 oleh Sukhoi. Sayangnya, karena kekurangan dana menyebabkan Soviet tidak lagi memakai kapal induk dan pesawat ini sekarang beroperasi dari pangkalan dekat pantai. Pengembangan selanjutnya adalah pesawat latih dua tempat duduk Su-27KUB atau Su-33UB yang memiliki susunan tempat duduk berdampingan seperti Su-34.
OPERATORSPESIFIKASI (SU-33)
Data dari KNAAPO Su-33 page, Sukhoi Su-30MK page, Gordon and Davison
Ciri-ciri umum
Kinerja
Persenjataan
| |
SUKHOI FLANKER SU-27K/SU-33 D DAN SU-27KUB / SU-33UB IMAGERY | |
Operasi carrier telah diperlukan desain ulang signifikan dari Flanker B ke tailhook dilengkapi Flanker D.
| |
Rudal jelajah terintegrasi atau diusulkan untuk Flanker (Author).
| |
Kh-61 Yakhont pada Su-33 Flanker D. Perhatikan centreline Kh-41 Moskit / Sunburn.
Kh-41 Sunburn. China menyebarkan supersonik ramjet 3M-82 Moskit pada perusahaan Sovremmeniy DDGS, udara meluncurkan varian ASM-MSS/Kh-41 telah diintegrasikan pada seri Su-30, Su-melalui 33. Di bawah peluncuran dariSovremmeniy DDG (Rosoboronexport).
Tabung peluncuran udara untuk serangan darat 3M14AE (atas) dan 3M54AE anti-pengiriman (lebih rendah) meluncurkan varian udara. Tabung itu melindungi ACLM selama pengangkutan dan dibuang setelah menyebarkan rudal.
Render digital udara meluncurkan supersonik 3M-54AE dibebaskan dari Su-33 Flanker D (Novator).
Render digital dari urutan peluncuran untuk supersonik 3M-54AE Sizzler. Daripada mendesain ulang badan pesawat rudal untuk mengakomodasi poin keras, Novator memilih untuk menggunakan tabung yang tidak berbeda dengan sub peluncuran pengaturan Harpoon dikemas. Setelah tabung itu jelas dari pesawat, nosecone tersebut disingkirkan, rudal dikeluarkan, atas mana hal menyebarkan sayapnya dan kontrol ekor, mulai mesin turbojet, dan kapal pesiar sampai target tersebut diperoleh. Tidak digambarkan adalah tahap terminal dari penerbangan rudal, dimana subsonik cruise badan pesawat yang dibuang dan roket supersonik tahap membunuh didorong melibatkan target dengan kecepatan lebih dari Mach 2,5 (Novator).
| |
Bom GNPP KAB-500 dan KAB-1500 dipandu (Author)
| |
Sebuah prototipe Su-27k melakukan hookup kering selama sobat uji coba pengisian bahan bakar menggunakan seri centreline toko pengisian bahan bakar UPAZ-1A Sakhalin. Paling akhir membangun Flankers dilengkapi dengan probe pengisian bahan bakar udara ditarik dan lampu sorot (RuAF foto).
The Su-27K/Su-33 Flanker D baru-baru ini diperintahkan oleh PLA-N Air Arm untuk melengkapi sayap udara Varyag (RUN).
| |
Perbandingan Su-33 dan Su-33UB.
| |
Su-33UB demonstran dengan daya dorong vectoring mesin Al-31FU (MAKS 2005).
The Zhuk MSF / MSFE (di atas) adalah desain ESA pasif dimaksudkan untuk bersaing dengan BAR NIIP N011M. Ini menggunakan unik pengaturan Phazotron radial distribusi di pakan backplane Waveguide, dan penempatan elemen memancar proprietary. The Zhuk MSFE memiliki diameter aperture .98 meteran dengan 1662 elemen radiasi, dan dikembangkan untuk Su-30MK3 Flanker G Suite avionik ditujukan untuk PLA-AF. The Zhuk-MSFE sedang diterbangkan dalam demonstran Su-33UB (MAKS 2005 / 2007).
| |
Su-27KUB Prototype (Sukhoi)
Kursi Su-27KUB/Su-33UB ganda adalah varian angkatan laut mulirole cocok untuk pelatihan konversi carrier, tetapi juga berbagai pemogokan dan peran pertahanan udara. Ini mempertahankan avionik yang ada dari Su-27K/Su-33 Flanker D (Sukhoi).
Seperti yang kita tahu, bahwa Indonesia merupakan magnet dunia dalam penjualan senjata-senjata, dimana ekonomi terus tumbuh, dan terjadi peningkatan belanja alutsista yang telah menyentuh angka 3-4 % dari GDB. Tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak terus meningkatkan kualitas dan kuantitas alutsista kita, meskipun menganut Zero enemy yang pada dasarnya adalah palsu. Dimana negara-negara di kawasan sering membuat ulah yang menyakitkan bangsa ini seperti Malaysia, Singapura, Australia, Papua New Guinea, dan tentu saja Amerika Serikat sebagai promotor utamanya. Tak pelak, ini sebagai cambuk bagi TNI untuk lebih memperkuat diri demi tegaknya NKRI.
Apakah harus?
source: Militernkri |
0 komentar
Write Down Your Responses