Sumber : Google Image |
Mobil remote enggak sendirian. Sekarang sudah ada pesawat model yang bisa terbang lincah di udara dengan dikendalikan remote control. Gimana caranya terbang, sih?
Pesawat terbang model yang bisa dikendalikan dengan remote control atau radio control (alat kendali jarak jauh) atau disingkat R/C Airplane (Remote- Controlled Airplane) sebenarnya sudah ada sejak tahun 1937. Dua orang yang pertama kali membuat pesawat model ini adalah Walter dan Bill Good.
Ada beberapa macam gaya yang bekerja pada benda-benda yang terbang di udara. Gaya-gaya aerodinamika ini meliputi gaya angkat (lift), gaya dorong (thrust), gaya berat (weight), dan gaya hambat udara (drag). Gaya-gaya inilah yang mempengaruhi profil terbang semua benda-benda di udara, mulai dari burung yang bisa terbang mulus secara alami sampai dengan pesawat terbang yang paling besar sekalipun. Jadi, gaya-gaya yang sama (Gambar 1) bekerja juga pada pesawat model yang ukurannya mini ini.
Gaya hambat udara
Gaya hambat udara (drag) merupakan gaya yang disebabkan oleh molekul-molekul dan partikel-partikel di udara. Gaya ini dialami oleh benda yang bergerak di udara. Pada benda yang diam, gaya hambat udara nol. Ketika benda mulai bergerak, gaya hambat udara ini mulai muncul, yang arahnya berlawanan dengan arah gerak, bersifat menghambat gerakan (itu sebabnya gaya ini disebut gaya hambat udara).
Semakin cepat benda bergerak, semakin besar gaya hambat udara ini. Agar benda bisa terus bergerak maju saat terbang, diperlukan gaya yang bisa mengatasi hambatan udara tersebut, yaitu gaya dorong (thrust) yang dihasilkan oleh mesin. Supaya kita tidak perlu menghasilkan thrust yang terlalu besar (bisa-bisa jadi tidak ekonomis), kita harus mencari cara untuk mengurangi drag. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan desain yang streamline (ramping).
Supaya bisa terbang, kita perlu gaya yang bisa mengatasi gaya berat akibat tarikan gravitasi bumi. Gaya ke atas (lift) ini harus bisa melawan tarikan gravitasi bumi sehingga benda bisa terangkat dan mempertahankan posisinya di angkasa.
Di sinilah tantangannya. Kita harus melawan gravitasi.
Bagaimana caranya?
Ini saatnya memanfaatkan bantuan dari fisikawan-fisikawan legendaris: Isaac Newton, Bernoulli, dan Coanda. Ketiganya bekerja sama menjawab tantangan ini.
Isaac Newton yang terkenal dengan ketiga persamaan geraknya menyumbangkan hukum III Newton tentang Aksi-Reaksi (Gambar 2). Sayap pesawat merupakan bagian terpenting dalam menghasilkan lift. Pada Gambar 2 kita melihat aliran udara di atas dan di bawah sayap pesawat.
Partikel-partikel udara menabrak bagian bawah sayap pesawat. Partikel-partikel yang menabrak ini lalu dipantulkan ke bawah (ke arah tanah). Udara yang menghujani tanah ini merupakan gaya AKSI. Nah, ini baru aksi yang disebabkan proses yang terjadi di bagian bawah sayap.
Di bagian atas sayap, ada proses lain yang juga menghasilkan aksi. Di sinilah Bernoulli dan Coanda "bekerja sama". Sewaktu udara akan mengalir di bagian atas sayap, tekanannya sebesar P1. Ketika udara melewati bagian lengkung pesawat, tekanan udara di daerah itu turun menjadi P2.
Menurut Coanda, udara yang melewati permukaan lengkung akan mengalir sepanjang permukaan itu (dikenal sebagai Efek Coanda). Ini dibuktikan ketika kita meletakkan lilin menyala di depan sebuah botol. Ketika lilin ditiup dari belakang botol, aneh, ternyata lilin di depan botol itu akan mati. Coanda bilang, hal ini disebabkan udara yang kita tiup mengalir mengikuti permukaan lengkung botol lalu meniup api lilin hingga mati. Udara yang melewati bagian atas sayap ini mirip udara yang bergerak sepanjang botol. Udara ini akan mengalir sepanjang permukaan atas sayap hingga mencapai ujung bawah sayap
Teknik terbang
Di ujung bawah sayap itu, partikel-partikel udara bergerombol dan bertambah terus sampai akhirnya kelebihan berat dan berjatuhan (downwash). Siraman udara atau downwash ini juga merupakan komponen gaya AKSI.
Tanah yang menerima gaya aksi ini pasti langsung memberikan gaya REAKSI yang besarnya sama dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah. Karena gaya aksinya menuju tanah (ke arah bawah), berarti gaya reaksinya ke arah atas. Gaya reaksi ini memberikan gaya angkat (lift) yang bisa mengangkat pesawat dan mengalahkan gaya berat akibat tarikan gravitasi bumi. Sumber gaya angkat (lift) yang lain adalah perubahan tekanan udara di P2.
Untuk bermanuver di udara, pesawat harus memperhatikan semua gaya aerodinamika tersebut. Jika ingin terbang pada kecepatan dan ketinggian konstan, maka resultan gaya-gaya tersebut harus nol. Ini berarti gaya dorong (B) harus sama besar dengan gaya hambat udara (D), dan gaya angkat ke atas (A) harus sama besar dengan gaya berat benda (C). Kalau kita ingin menambah kecepatan, kita harus menambah gaya dorong sehingga B > D. Kalau hambatan dari udara lebih besar dari gaya dorong yang dihasilkan mesin (B < D), maka kecepatan pasti berkurang. Jika kita ingin menambah ketinggian, kita hanya perlu menambah gaya angkat supaya A > C, sebaliknya jika kita ingin mengurangi ketinggian, kita hanya perlu mengurangi gaya angkat (A < C). Kadang-kadang pesawat terbang bahkan mengurangi gaya berat dengan cara membuang sebagian bahan bakarnya jika akan melakukan pendaratan darurat. Konsepnya sangat sederhana, kan?
Nah, itu konsep yang "mengangkat" pesawat dari tanah dan menjaganya tetap stabil di udara. Pada pesawat model, besarnya gaya dorong bisa diatur dengan menggunakan remote control atau radio control. Alat kendali jarak jauh pada pesawat model ini merupakan alat pemancar sinyal radio (transmitter).
Pemancar dilengkapi baterai sebagai sumber tenaga untuk mengirimkan sinyal. Baterai ini bisa juga diisi ulang seperti baterai telepon seluler. Alat pemancar ini berfungsi untuk mengirimkan sinyal radio pada frekuensi tertentu, yang berisi instruksi untuk menggerakkan mesin/kendali pesawat.
Sewaktu kita menggerakkan tombol-tombol pada alat kendali itu, terbentuklah rangkaian listrik yang tertutup. Rangkaian listrik ini akan mengirimkan sinyal berupa gelombang radio. Frekuensi gelombang radio yang biasa digunakan untuk pesawat-pesawat model ini berkisar pada 72 MHz (1 MHz = 106 Hz). Sinyal radio yang berupa pulsa listrik ini sudah memiliki kode-kode unik untuk setiap perintah. Kodenya berbeda-beda untuk perintah terbang, maju, berputar, dan perintah-perintah lainnya. Sinyal radio ini kemudian diterima oleh alat penerima sinyal (receiver) yang diselipkan di pesawat model. Kode yang merupakan perintah ini dikirimkan ke sirkuit (Integrated Circuit atau IC) yang ada di dalam pesawat model. Kodenya kemudian dikenali dan dijalankan.
Hasilnya, terbanglah pesawat!!!
Sumber : Yohanes Surya PhD Guru Besar Fisika Universitas Pelita Harapan, Presiden Olimpiade Fisika Asia
gede123.blogspot.com
0 komentar
Write Down Your Responses