RADIASI : Arsitekpun Perlu Tahu





Banyak peninggalan pra-sejarah yang ditemukan di dalam gua karena nenek moyang manusia sejak zaman pra-sejarah telah memanfaatkan gua sebagai tempat perlindungan. Tempat berlindung itu sendiri pada prinsipnya dibutuhkan oleh setiap manusia sepanjang zaman untuk melindungi tubuh dari pengaruh faktor-faktor lingkungan yang kurang menguntungkan seperti panas, cuaca dingin, angin kencang, hujan, petir dan sebagainya.

Perkembangan peradaban telah mengantarkan manusia mampu membuat tempat perlindungan dalam bentuk rumah untuk tempat tinggal maupun bangunan sipil lainnya untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti hotel, gedung perkatoran, pasar dan sebagainya. Rumah merupakan kebutuhan primer bagi setiap orang. Di rumah ini pula sebagian besar aktivitas kehidupan manusia berlangsung. Mengingat manusia pada umumnya menghabiskan sebagian waktunya di dalam rumah, maka rumah yang sehat sudah barang tentu merupakan idaman bagi setiap orang.

Sejalan dengan perkembangan peradaban umat manusia, maka berkembang pula disiplin ilmu arsitektur yang berkaitan langsung dengan masalah rancang bangun tempat tinggal. Banyak fenomena alam telah memengaruhi perkembangan arsitektur modern. Karena itu, dalam arsitektur kita akan menemukan kajian yang berkaitan dengan lokasi geografis suatu bangunan, sehingga diperkenalkanlah arsitektur daerah tropis.

Ketika akhir-akhir ini di berbagai belahan bumi diguncang gempa skala besar yang menghacurkan banyak bangunan sipil dan menelan banyak korban jiwa, maka dikembangkanlah arsitektur untuk bangunan tahan gempa. Selain itu, ketika masyarakat dunia dihadapkan dengan masalah krisis energi, maka berkembanglah kajian arsitektur hijau (green architecture) yang memperkenalkan bangunan ramah lingkungan, terutama dalam bentuk penghematan penggunaan energi pada bangunan tersebut. Namun ada satu hal yang selama ini belum menjadi perhatian para arsitek, yaitu dimasukkannya unsur radioekologis dalam arsitektur.

Aspek Radioekologis

Ekologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari daerah tempat tinggal. Kemajuan teknologi dan perkembangan industri telah melahirkan pengertian baru dalam ekologi, yaitu apa yang disebut dengan neo-ekologi atauecological complex. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam tahapan berikutnya juga melahirkan berbagai cabang kajian baru dalam neo-ekologi, salah satunya adalah radioekologi yang mengkhususkan diri dalam mempelajari unsur-unsur radioaktif yang ada di lingkungan.

Masalah terpenting dalam radioekologi yang berkaitan dengan bangunan tempat tinggal adalah keberadaan radionuklida alamiah dalam berbagai jenis bahan bangunan dan lokasi-lokasi tertentu dimana bangunan itu berdiri. Radionuklida alamiah yang saat ini paling mendapat perhatian dari para ahli keselamatan radiasi lingkungan adalah gas radon. Satu hal yang perlu diketahui dan mendapatkan perhatian serius adalah bahwa radon merupakan gas radioaktif yang dapat berperan sebagai sumber radiasi bagi manusia. Oleh sebab itu, keberadaan gas radon di dalam ruangan akan berperan sebagai sumber radiasi bagi setiap orang yang berada dalamnya.

Dari mana gas radon berasal ? Gas radon di dalam ruangan terutama berasal dari tanah, dinding, lantai, langit-langit dan bahan-bahan lain di dalam rumah yang pembuatannya memanfaatkan bahan-bahan dari dalam perut bumi. Naomi Harley, profesor peneliti kesehatan lingkungan di Universitas New York, mendapatkan bahwa 60 persen radon di dalam rumah di New Yersey berasal dari dinding, fondasi dan lantai. Sumber utama gas radon adalah radionuklida alamiah berumur paro sangat panjang (milyaran tahun) seperti uranium-238 dan thorium-232. Kedua unsur tersebut dalam kadar yang relatif tinggi terdapat pada bahan-bahan tambang.

Oleh sebab itu, penggunaan bahan tambang dan bahan-bahan sisa hasil pengolahan bahan tambang sebagai bahan bangunan untuk perumahan maupun gedung dapat memperbesar kadar gas radon di dalam ruangan. Di pasaran beredar beberapa jenis bahan bangunan yang dibuat dari bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang yang berkadar radioaktif alam tinggi. Beberapa contoh dapat dikemukakan di sini antara lain adalah : asbes, gipsum, batu bata dari limbah pabrikalumina,cone blockdari limbah abu batubara, blast-furnace slagdari limbah pabrik besi, aereted concretedan sebagainya.

Masalah Kesehatan

Bagi beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang dan negara-negara Eropa Barat, masalah gas radon ini telah mendapatkan perhatian yang serius. Pemerintah Australia misalnya, melaluiCommonwealth of Health, Housing and Community Servicestelah membuka pusat-pusat informasi mengenai gas radon di setiap negara bagian. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai risiko yang dapat ditimbulkan oleh gas radon tersebut. Pemerintah Amerika Serikat dan Jepang juga telah memetakan daerah-daerah dengan kadar gas radon tinggi.

Dari sekian banyak sumber-sumber radiasi alam, radon merupakan sumber radiasi alam yang paling banyak mendapatkan perhatian sehubungan dengan efek negatif yang dapat ditimbulkannya. Efek ini berkaitan dengan sifat gas radon sebagai salah satu penyebab munculnya kanker paru-paru. Efek merugikan dari radiasi yang dipancarkan gas radon ini sebetulnya telah diketahui sejak abad ke-19. Pada saat itu para pekerja tambang di Eropa Tengah banyak yang menderita gangguan kesehatan berupa kanker paru-paru karena diduga menghirup gas radon dalam jumlah berlebihan. Hasil penelitian yang dilakukan pada pertengahan abad ke-20 terhadap para pekerja tambang batubara ternyata memperkuat dugaan tersebut.

Ada daerah-daerah tertentu di Amerika Serikat (AS) yang umur batuannya sangat tua dan memancarkan gas radon dalam jumlah besar, seperti di Wyoming, Pennsylvania dan Tennese. Untuk mengatasi masalah gas radon ini, Badan Perlindungan Lingkungan Hidup AS (EPA) telah memperkenalkan prototip rumah dengan ventilasi khusus yang mampu mengurangi kadar gas radon dari dalam ruangan. Ventilasi yang baik sehingga pertukaran udara dari luar ke dalam rumah berjalan lancar ternyata dapat mengurangi kadar gas radon di dalam ruangan dengan faktor pengurangan yang sangat tinggi. Sebalinya, rumah maupun bangunan yang serba tertutup akan menyebabkan gas radon menumpuk di dalamnya, sehingga risiko kesehatan bagi penghuninya cukup tinggi.

Perlu adanya pertimbangan radioekologis dalam pemanfaatan bahan-bahan tambang sebagai material utama pembuatan bahan bangunan. Karena pertimbangan itu, beberapa negara yang sudah menaruh perhatian terhadap masalah keselamatan radiasi lingkungan, telah melakukan pelarangan penggunaan bahan-bahan bangunan jenis tertentu yang kandungan radionuklida alamiahnya cukup tinggi.

Pelarangan peredaran bahan bangunan karena pertimbangan radioekologis pernah dilakukan oleh pemerintah Swedia. Rumah-rumah di negeri itu pada umumnya bertembok dari bahan bangunan lokal bernamaaerated concreteyang telah dipakai sebagai bahan bangunan sejak abad ke-19 dan mengisi sepertiga pasaran bahan bangunan di sana. Swedia merupakan negeri dingin sehingga rumah-rumah di negeri itu membutuhkan penghangat ruangan. Dalam rangka penghematan bahan bakar, rumah-rumah dibikin bertembok tebal dengan sedikit ventilasi agar tidak banyak panas dalam ruangan yang hilang. Namun akibat lain pun timbul, yaitu menumpuknya gas radon dalam ruangan yang dipancarkan dari dinding maupun lantai rumah. Mempertimbangkan gas radon berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, maka sejak tahun 1979aerated concretetidak boleh dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah.

Di Indonesia, peraturan mengenai masalah peredaran dan penggunaan bahan bangunan dengan kandungan radionuklida alamiah tinggi ini belum ada. Oleh sebab itu, diperlukan langkah awal adanya penelitian menyeluruh dan kerjasama antar instansi terkait untuk mengetahui sejauh mana peredaran dan pemakaian bahan-bahan bangunan di Indonesia memberikan efek negatif terhadap kesehatan.

Banyak hal yang perlu diketahui oleh para arsitektur berkaitan dengan masalah radioekologi. Melalui pengetahuan itu, aspek radioekologis dapat dipertimbangkan sebagai salah satu unsur dalam arsitektur untuk merancang tempat perlindungan yang bukan hanya indah, nyaman serta aman dari bencana, ramah lingkungan melalui penghematan penggunaan energi, tetapi juga sehat ditinjau dari segi radioekologi (Mukhlis Akhadi, Peneliti Utama di PTKMR-BATAN, Jakarta).

, ,

0 komentar

Write Down Your Responses